Kamis, 27 Mei 2010

Adab Perjalanan

Putra Mahendra Gunawan: Insan yang berakal budi, memiliki keteguhan dalam prinsip dan ketulusan niat sebelum melangkah meggapai impian menjadi kenyataan, walau pada umumnya sudah menjadi sifat manusia suka melanggar batas-batas yang telah ditentukan oleh syariat, maka diperlukan perenungan ketika melakukan perjalanan, sembari tidak lupa menyaksikan keagungan Allah dalam penciptaan segala yang dilihat mata memandang, agar akal budi tidak lupa asal muasal jadi, untuk jadi kompas perjalanan saat ini dan masa mendatang, dengan begitu insya Allah akan sulit terjadi sesat jalan.

Kadang kala yang dilihat mata tatkala memandang tidak sesuai dengan akal pemikiran, atau kadang kala tidak sesuai dengan perasaan, karena dipandang ada ketimpangan dan ketidak sempurnaan. Namun ketahuilah, bahwa ketidak sempurnaan menurut pandangan mata, sesungguhnya disitulah letak kesempurnaan Zat Yang Maha Mencipta, maka tidaklah dibenarkan agama berjalan di muka bumiNya ini dengan sikap angkuh, pongah dan sombong, sebagaimana firmanNya:


"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Q.S. 31. Luqman, A. 18).

Kadang kala perjalanan merupakan jebakan bani setan dalam menjalankan missinya menipu dan memperdaya akal budi agar hati terlena dalam bisik rayunya di kubangan noda dosa merajut nestapa rana duka lara berujung pada luka sesal di hati nan sangat dalam. Untuk menangkalnya, maka jadikanlah perjalanan sebagai media ritual ibadah kepada Allah, dengan cara pengaktifan hati mengingat Allah sambil beraktivitas melanglang buana dalam perjalanan. Tatkala mata melihat, hati mengingat Allah. Tatkala telinga mendengar, hati mengingat Allah. Tatkala mulut bicara, hati dalam kondisi mengingat Allah. Tatkala tangan beraktivitas, hati berkreatifitas zikrullah. Tatkala kaki melangkah, hati tidak lupa tiraqah. Tatkala otak berfikrah, suasana hati terjaga dalam berzikrah, dan sebagainya. Maka insya Allah perjalanan akan terhindar dari belenggu jerat-jerat nista setan bin iblisa, karena suatu saat jasat akan dipinta pertanggung jawabannya atas apa yang telah diperbuatnya selama hidup di dunia fana, sebagaimana firmanNya:


"Pada hari ketika lidah, tangan dan kaki mereka memberikan persaksian terhadap diri mereka sendiri tentang apa yang telah mereka kerjakan." (Q.S. 24. Annur, A. 24).

Dan Allah juga berfirman:


"Setiap peruntungan baik atau buruk dari manusia itu kami tetapkan bagai kalung yang terpasang di lehernya." (Q.S. 17. Al-Isra', A. 13).

Untuk itu lanjutkan perjalanan hidup ini dengan penuh semangat hingga impian tergapai, namun tetap waspada diri dari duri-duri syaithoni, agar diri tidak terjebak dalam jamaah syetan bin iblisi. Lanjutkan ! www.putramahendragunawan.blogspot.com