Jumat, 03 Juni 2011

Manusia Monyet

Putra Mahendra Gunawan: Mr. Darwin dalam penelitiannya pernah berkata bahwa manusia berasal dari monyet. Begitulah yang kita dengar dari para guru-guru kita di masa lalu, tatkala mereka mengajarkan tentang teori darwin. Awalnya penulis tersinggung tatkala para guru itu menerangkannya, masalahnya adalah kita manusia kok dikatakan sebagai anak cucu monyet, mentang-mentang posilnya mirip kali ya? namun kini penulis mengerti hikmah di balik teori darwin itu, ternyata bukan cuma posil manusia saja yang mirip dengan monyet, bahkan diantara kita tidak sedikit memiliki otak monyet, hati monyet dan tingkah monyet.

Mari kita merujuk pada realita komunitas manusia di sekitar kita, bahwa memang benar jika kita melihat dari sisi jasadinya terlihat jasad manusia, namun coba kita telusuri jalan pemikiran orang-orang di sekitar kita, tidak sedikit pola pemikirannya tak ubahnya bagaikan monyet. Telusuri juga secara psikologis terhadap gejala rasa, perasaannya juga tidak sedikit bagaikan perasaan monyet. Teliti jugalah perbuatannya, tidak sedikit berbuat bagai perbuatan monyet.

Monyet tidak pernah berpikir apakah pisang yang mereka makan itu haknya atau bukan, tidak perduli pisangnya hasil curian, hadiah, rampokan atau korupsi, yang penting monyet berpikir bagaimana agar perutnya kenyang, demi untuk keselamatan hidup dirinya dan keluarganya (komunitasnya). Setelah kenyang, mereka merasa puas. Begitulah seterusnya setiap hari, tanpa berfikir bagaimana caranya mengenyangkan perut tanpa harus mencuri, merampok, manipulasi, monopoli, kolusi dan korupsi. Setelah puas sejenak, kemudian mereka merasa tidak puas lagi, sehingga setiap hari tidak ada perubahan untuk berfikir dan bertindak yang lebih positif dan halal. Karena bagi komunitas monyet, semuanya itu halal, karena komunitas monyet tidak membutuhkan agama sebagai tuntunan hidupnya.

Diantara kita komunitas manusia, jujur saja kita berkata bahwa tidak sedikit diantara kita manusia ini yang berperasaan, berfikir dan bertindak tidak ubahnya bagaikan monyet, main rampas sana dan rampas sini, mencuri, merampok, manipulasi, monopoli, kolusi, korupsi dan egois untuk kepentingan dan keuntungan pribadi, keluarga dan kelompok kita semata, tanpa harus berfikir dan bertindak untuk kemaslahatan universal. Maka pantaslah jika ibu kita sering berkata kepada kita "anak monyet", tatkala kita berbuat jahat seperti monyet. Kemungkinan besar itulah yang dimaksudkan oleh Mr. Darwin, secara tidak langsung Mr. Darwin ingin berkata kepada kita, bahwa diantara kita ada yang berpredikat "Manusia Monyet".

Semoga tulisan ini ada manfaatnya, untuk bahan renungan penulis ke depan dan pembaca sekalian, demi untuk kearah yang lebih baik yaitu perubahan peradaban dari peradaban manusia monyet menjadi peradaban manusia seutuhnya. Amin n aman yaa Allah. www.putramahendragunawan.blogspot.com.

Sabtu, 28 Mei 2011

Semua Orang Kaya

Prof. Dr. Hasan Asari Nasution di STAIN Padangsidimpuan pada hari Minggu, 29 Oktober 2011, jam 10.25 Wib di hadapan mahasiswa program pasca sarjana tatkala mengajarkan materi kuliah Pendidikan Islam Dalam Perundang-Undangan Indonesia berkata: "Pada hakikatnya semua orang kaya, ada yang kaya harta, kaya sawah, kaya ladang, kaya sawit, kaya karet, kaya jabatan, kaya pangkat, kaya fikiran, kaya hati, kaya uang, kaya beruang, kaya kambing, kaya kerbau, kaya lembu, kaya gitu dan kaya gini."

Dalam hati penulis berkata: "Semoga saya tidak termasuk kaya kaya beruang, kaya kambing, kaya kerbau, kaya lembu, kaya ular atau kaya monyet dan kaya-kaya lainnya yang berkategori alhayawani." Tetapi semoga penulis kaya hati, kaya fikiran dan kaya akhlakul karimah, amin n aman. Huwehehehee bisa aja pak Hasan Asari.

Dari ungkapan Pak Hasan Asari di atas, penulis beranggapan bahwa jika orang yang suka marah-marah dan merepet-repet berarti disebut sebagai kaya bebek. Orang yang suka hati mendua berarti kaya ular. Orang yang suka melipat-lipat keningnya berarti kaya jeruk purut. Huwehehehee. Semoga bermanfaat. www.putramahendragunawan.blogspot.com

Tujuan Hidup

Setiap makhluk ciptaan Allah memiliki tujuan hidup masing-masing, yang dijadikan sebagai acuan dalam berbuat untuk mencapai tujuan tersebut.

Tujuan hidup bangsa Iblis adalah mengajak manusia dan jin sebanyak-banyaknya untuk masuk ke neraka. Itu sebabnya anak cucu iblis (syetan) kerjanya menggoda manusia dan jin untuk berbuat segala hal yang tidak diridhoi Allah, agar bangsa manusia dan jin menjadi jamaah Annar (neraka).

Malaikat hidup bertujuan untuk ta'at dan patuh kepada semua perintah Allah. Maka Malaikat kerjanya selalu beribadah kepada Allah dan memelihara segala sesuatu yang telah Allah ciptakan baik di langit maupun di bumi, baik di dunia maupun di akhirat.

Binatang hidup untuk kepuasan. Maka binatang bekerja untuk mencari kepuasan hidup semata, sehingga tidak perlu undang-undang kebinatangan dan hukum kehewanan, sebab jika diterapkan pada dunia hewan akan terkebirilah nafsu kehewanannya. Hewan biasanya hidup untuk makan, maka apapun yang bisa dimakan, hewan memakannya, tidak perduli apakah itu haknya atau bukan, yang penting puas.

Berbeda dengan manusia, manusia hidup bukan untuk makan, tetapi makan untuk hidup, kebalikan dari konsep hidup kebinatangan. Maka manusia diikat dengan hukum, perundang-undangan, adat, budaya dan peradaban, yang gunanya mengatur kehidupan manusia kearah yang lebih baik di dunia dan akhirat, itulah yang disebut dengan Agama. Tanpa agama, manusia akan jadi Iblis atau manusia iblis. Tanpa agama manusia akan jadi syetan atau manusia syetan. Tanpa agama manusia akan jadi binatang atau manusia binatang. Dengan agama tujuan hidup manusia jadi berubah, yang tadinya makan untuk hidup menjadi makan untuk beribadah kepada Allah yang telah memberikan kehidupan. Semoga bermanfaat. www.putramahendragunawan.blogspot.com

Rabu, 21 Juli 2010

Pengertian Pendidikan

Putra Mahendra Gunawan: Pada kajian tentang pengertian pendidikan, sesungguhnya jika kita mau mengkajinya dari berbagai aspek, maka pengertiannya sungguh sangat banyak, tetapi pada kajian kali ini penulis mencoba membaginya menjadi dua pengertian, yaitu menurut bahasa dan istilah yang sering diungkapkan oleh para ahli pendidikan pada umumnya.

Menurut Bahasa

Pendidikan berasal dari bahasa Indonesia, berakar kata pada:
1. Pendidik artinya ada orang yang mendidik yaitu guru.
2. Didik artinya ada proses belajar mengajar di dalamnya, berarti ada peran peserta didik sebagai murid atau siswa.
3. Kan artinya ada penambahan kata pada pendidik menjadi pendidikan, filosofinya adalah terdapat penambahan sesuatu dalam proses didik untuk memperlancar terjadinya belajar mengajar antara guru dan murid, diantaranya adalah situasi, kondisi, domisili dan toleransi antar faktor-fantor yang mendukung berlansungnya proses belajar mengajar antara guru dengan murid.

Menurut Istilah

1. Plato
"Pendidikan ialah mengasuh jasmani dan rohani, supaya sampai kepada keindahan dan kesempurnaan yang mungkin dicapai."1

2. Pestalozzi
"Pendidikan ialah menumbuhkan segala tenaga anak-anak dengan pertumbuhan yang sempurna, lagi seimbang."2

3. Herbert Spencer
"Pendidikan ialah menyiapkan manusia, supaya hidup dengan kehidupan yang sempurna."3

4. Sully
"Pendidikan ialah menyucikan tenaga tabi'at anak-anak, supaya dapat hidup berbudi luhur, berbadan sehat serta berbahagia."4

5. John Milton
"Pendidikan yang sempurna ialah mendidik anak-anak, supaya dapat melaksanakan segala pekerjaan, baik pekerjaan khusus atau umum dengan ketelitian, kejujuran dan kemahiran, baik waktu aman atau waktu peperangan."5

6. James Mill
"Pendidikan ialah menyiapkan seseorang, supaya dapat membahagiakan dirinya khususnya dan orang lain umumnya."6
7. John Dewey
Pendidikan adalah "sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju kearah tabiat manusia dan manusia biasa."7

8. Van Cleve Morris
"Pendidikan adalah studi filosofis, karena ia pada dasarnya bukan alat sosial semata untuk mengalihkan cara hidup secara menyeluruh kepada setiap generasi, tetapi ia juga menjadi agen (lembaga) yang melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangan mencapai hari depan yang lebih baik."8

9. Carter V. Good
"Pedagogy:
1. The art, practice, or profession of teaching.
2. The systematized learning or instruction concerning principles and methods of teaching and of student control and guidance; largely replaced by the term education."9

10. Makato Aso Dan Ikuo Amono
"Education is an institution of civilized society, but the purposes of education are not the same in all societies. An educational system finds its the guiding principles and ultimate goals in the aims and philosophy of the social order in which it functions."10

11. Prof. Rechey
"The term "Education" refers to the broad function of preserving and improving the life of the group through bringing new members into its shared concerns. Education is thus a far broader process than that which occurs in schools. It is an essential social activity by which communicaties continue to exist. In complex communities this function is specialized and institutionalized in formal education, but there is always the education out side the school with wich the formal process in related."11

12. Prof. Lodge
"The word "Education" is used, sometimes in a wider, sometimes in a narrower, sense. In the wider sense, all experience is said to the educative."12

13. Brubacher
"Education should be thought of as the process of man's reciprocal adjusment to nature, to his rellows, and to the ultimates nature of the cosmos. Education is the organized development and equipment of all the powers of a human being, moral, intellectual, and physical, by and for their individual and social uses, directed toward the union of theses activities with their creator as their final end. Education is the process in which these powers (abilities, capacities) of men which are susceptible to habituation are perfected by good habits, by means artiscally contrived, and employed by a men to help another or himself achieve the end in view."13

14. Prof. Dr. Hasan Langgulung
"Pendidikan dalam artinya yang luas bermakna merubah dan memindahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam masyarakat."14

Kesimpulan

Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan:

1. Pendidikan merupakan aktivitas dan upaya manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan cara membina potensi dirinya, seoptimal dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, baik bersifat rohaniah, berupa pikir, karsa, rasa cipta dan budi pekerti yang baik, maupun berupa jasmaniah, berupa panca indera dan keterampilan.

2. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam menetapkan tujuan, metode, media, sistem dan organisasi yang menjalankan berlangsungnya proses belajar mengajar. Lembaga dimaksud berupa: keluarga, sekolah, negara dan bangsa.

3. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai pengawasan terhadap terjadinya proses belajar mengajar antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.

4. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai hasil yang telah, sedang dan akan dicapai sebagai akibat terjadinya proses belajar mengajar yang telah, sedang dan akan berlangsung, sebagai tolok ukur frekwensi tingkat keberhasilan.

5. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai pemindahan nilai-nilai budaya dari orang ke orang, atau dari masa lalu ke masa sekarang dan masa sekarang ke masa yang akan datang, sebagai regenerasi budaya yang berkesinambungan.

6. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai riadhoh (latihan) dalam membiasakan sesuatu secara berulang-ulang, sehingga mahir dan menjadi kebiasaan yang sulit untuk diabaikan.

7. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai indoktrinasi yaitu proses yang melibatkan orang lain meniru dan mengikuti perintah dari seseorang atau dari orang lain yang dianggap perintah itu harus, baik dan pantas untuk ditiru.

8. Proses pendidikan membutuhkan beberapa unsur:
1. Unsur akhlak (ethics).
2. Unsur keindahan (esthetics).
3. Unsur sains (science).
4. Unsur tekhnologi (technology).
Untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal.


Sumber Referensi

1. Plato dalam Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan Dan Pengajaran, P.T. Hidakarya Agung, Jakarta, Cet. 3, 1990, Hal. 5.
2. Pestalozzi dalam Idem.
3. Herbert Spencer dalam Idem.
4. Sully dalam Idem.
5. John Milton dalam Idem.
6. James Mill dalam Ibid, hal. 6.
7. John Dewey dalam Prof. H. Muzayyin Arifin, M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, Cet. 4, Juni 2009, Hal. 3.
8. Van Cleve Morris dalam Ibid, hal. 4.
9. Carter V. Good dalam Elmer Hanison, The Foundation Of Modern Education, Rinehart, USA, 1955, Hal. 387.
10. Makato Aso and Ikuo Amono, Education and Japan's Modernization, Ministry of Foreign Affairs, 1972, Hal. 5.
11. Prof. Rechey dalam Margaret Mead, Cultural Pattern and Technical Change, Unesco, New York, 1955, Hal. 489.
12. Prof. Lodge dalam F. Harbison and A. Charles Myers, Education, Manpower and Economic Growth, Mc Graw Hill, USA, 1964, Hal. 23.
13. Brubacher dalam C. Lempelius, Bidang Pendidikan dan Masyarakat, Beberapa Catatan Teoritis, Prisma, Nomor 3, April 1972, Hal. 371.
14. Prof. Dr. Hasan Langgulung, Pendidikan Dan Peradaban Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, Cet. 3, 1985, Hal. 3.

Sabtu, 19 Juni 2010

Pengertian Sejarah

Menurut Bahasa

Kata "sejarah" berasal dari bahasa Arab, yaitu "syajaratun" artinya "pohon". Jika kita qiaskan secara sistematika, sejarah terqias bagaikan pohon, memiliki batang, akar, cabang, ranting, dahan dan buah, berawal dari bibit, lalu tumbuh dan berkembang, kemudian layu dan pada akhirnya tumbang. Kata sejarah juga bagaikan silsilah, kisah atau hikayat yang juga berasal dari bahasa Arab.1

Sejarah menurut bahasa perancis adalah "histoire". Orang Belanda menyebutnya sebagai "historie" dan orang Inggris memberinya nama "history", merupakan bahasa import dari Yunani, yaitu "istoria" yang artinya adalah "ilmu". Menurut defenisi umum, kata history berarti "masa lampau umat manusia". Dalam bahasa Jerman disebut "geschichte", berasal dari kata "geschehen" yang berarti terjadi.2 Sedangkan dalam bahasa Arab disebut "tarikh", berasal dari akar kata "ta'rikh" atau taurikh yang berarti pemberitahuan tentang waktu dan kadangkala kata "tarikhus syai'i" menunjukkan arti pada tujuan dan masa berakhirnya suatu peristiwa.3

Menurut Istilah

Mansur berkata ......."sejarah adalah catatan berbagai peristiwa yang terjadi pada masa lampau (event in the past)".4 Dudung Abdurrahman berkata "dalam pengertian yang lebih seksama sejarah adalah kisah dan peristiwa masa lampau umat manusia."5

Ibnu Khaldun berpendapat, "sejarah adalah catatan tentang masyarakat umat manusia atau peradaban dunia; tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada watak masyarakat, seperti keliaran, keramah tamahan, dan solidaritas golongan; tentang revolusi dan pemberontakan oleh segolongan rakyat melawan golongan yang lain dengan akibat timbulnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara, dengan tingkat bermacam-macam; tentang bermacam-macam kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk mencapai penghidupannya, maupun dalam bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan dan pertukangan; dan pada umumnya, tentang segala perubahan yang terjadi dalam masyarakat karena watak masyarakat itu sendiri ...."6

Menurut Sidi Gazalba, "sejarah adalah gambaran masa lalu tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang disusun secara ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang memberi pengertian dan kepahaman tentang apa yang telah berlalu itu."7

Dengan demikian, saya menyimpulkan bahwa sejarah adalah suatu kisah di masa lalu yang diceritakan dari satu atau beberapa orang keorang lain, baik berupa ucapan maupun tulisan, sehingga menjadi pengetahuan bagi orang di kemudian hari. www.putramahendragunawan.blogspot.com

Referensi:
  1. William H. Frederick dan Soeri Soeroto (ed), Pemahaman Sejarah Indonesia, Sebelum dan Sesudah Revolusi, Jakarta, LP3ES, hal. 1.
  2. Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Jakarta, UI Press, 1986, hal. 27.
  3. Hasan Ustsman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta, Depag RI, 1986, hal. 6.
  4. Mansur, Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta, Global Pustaka Utama, 2004, hal. 1.
  5. Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta, Logos, 1999, hal. 1.
  6. Dr. H. Bisri Affandi, Ma., (ed), Dirasat Islamiyah Jld III, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, Surabaya, Anika Bahagia Offset, 1993, hal. 4.
  7. Sidi Gazalba, Pengantar Sejarah Ilmu, Jakarta, Bharata, 1966, hal. 11.

Asal Mula Nama Adam

Putra Mahendra Gunawan: "Segala sesuatu memiliki permulaan, kecuali Allah, permulaan itu dinamakan sebab dan sebab menimbulkan akibat, sehingga disebut sebagai sebab akibat."

Dengan memakai hukum sebab akibat, saya mencoba pada tulisan ini menelusuri asal mula Nabi Adam diberi nama Adam.

Adam berasal dari kata Adim, karena Adam dicipta Allah dari adimul ardh (permukaan bumi). Adam juga berasal dari kata "al-adamah" yang berarti "assumrah" artinya "yang berwarna coklat", karena kulit nabi Adam berwarna coklat. Adam juga bisa diambil dari "al-adam" yang berarti "al-ulfah" artinya "keramahan" karena adam orangnya sangat ramah sehingga mudah diperdaya iblis sewaktu di surga dan bisa juga diartikan sebagai "al-ittifaq" artinya "keharmonisan", karena rumah tangga adam sangat harmonis. www.putramahendragunawan.blogspot.com

Jumat, 11 Juni 2010

Adam As

Putra Mahendra Gunawan: "Sejarah peradaban manusia dimulai dari penciptaan Adam as, sebagai kakek moyang manusia, yang sengaja dicipta Allah untuk menjadi pemimpin di permukaan bumi Allah ini." Sebagaimana firman Allah:


Artinya:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. 2. Al-Baqarah, A. 30).

Guru pertama manusia untuk mengetahui segala sesuatu adalah Allah, dengan segenap kemurahan Allah itulah mengajarkan segala sesuatu kepada manusia, sebagai bekal menjadi pemimpin di muka bumi. Adam diperkenalkan oleh Allah tentang segala sesuatu, diawali dengan pengenalan dasar, yaitu mengenali nama-nama benda, sebagaimana firman Allah:


Artinya:
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (Q.S. 2. Al-Baqarah, A. 31).

Allah juga berfirman:



Artinya:
"Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Q.S. 2. Al-Baqarah, A. 32).

Allah mendidik manusia, karena Allah Maha Tahu segala sesuatu. Pengetahuan Allah terhadap segala sesuatu itu disebabkan karena Allah yang yang menciptakan segala sesuatu dalam segala hal yang Allah kehendaki. Maka segala sesuatu itu Allah ajarkan kepada Adam, dengan demikian Adam menjadi terhormat di hadapan para malaikatullah, sebagaimana firman Allah:



Artinya:
"Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (Q.S. 2. Al-Baqarah, A. 33).

Setelah Adam mengetahui segala sesuatu berkat ajaran langsung dari Allah, maka para malaikatullah diperintah Allah untuk sujud kepada Adam, sebagaimana firman Allah:


Artinya:
"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir." (Q.S. 2. Al-Baqarah, A. 34).

Setelah Adam tahu tentang segala sesuatu, maka Adam dapat membedakan perbedaan segala sesuatu itu, sehingga Allah menciptakan Hawa dari tulang sulbi Adam untuk menjadi istrinya sehingga layak menjadi penghuni surga, dengan leluasa Adam bisa memakan makanan yang Allah anugerahkan kepadanya dan istrinya. Namun dalam keleluasaan itu terdapat pantangan dari Allah yang tidak boleh disintuh oleh Adam selama di surga sebagai ujian. Sebagai manusia normal, Adam punya kelemahan dan kelalaian, sehingga dapat diperdaya oleh Iblis agar Adam melanggar pantangan yang Allah berikan, sebagaimana firman Allah:


Artinya:
"Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini. yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim." (Q.S. 2. Al-Baqarah, A. 35).

Karena pantangan yang Allah berikan ke Adam dilanggar, maka menjadi sebab kemurkaan Allah terhadap Adam, sehingga terpaksa dengan berat hati Allah menghijrahkan Adam ke muka bumi, sebagaimana firman Allah:


Artinya:
"Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (Q.S. 2. Al-Baqarah, A. 36).

Allah mengajarkan kalimat-kalimat taubat kepada Adam, agar Adam dapat diterima kembali jika telah tiba saatnya. Sungguh Allah tidak tega melihat derita kehidupan Adam di muka bumi, dalam relung dikesunyian, hening dalam kesendirian, Adam tiada henti-hentinya sujud ke haribaan Allah sambil mengucurkan air mata haru penuh penyesalan diri atas dosa yang pernah diperbuat di masa lalu, sehingga dengan belas kasihan Allah juga Adam diampuni, sebagaimana firman Allah:

Artinya:
"Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (Q.S. 2. Al-Baqarah, A. 37).

Tetapi karena sudah terlanjur Adam melanggar pantangan, Maka Adam dan Hawa beserta Iblis tetap dihijrahkan dari langit menuju bumi, namun Allah tetap melanjutkan pendidikan sistem berkala untuk Adam selama hidup di muka bumi Allah ini, itulah makna yang terkandung pada firman Allah:


Artinya:
"Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (Q.S. 2. Al-Baqarah, A. 38).

Kemudian Allah juga menjelaskan:

Artinya:
"Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat." (Q.S. 20. Thoha, A. 115).



Artinya:
"Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam", maka mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang." (Q.S. 20. Thoha, A. 116).


Artinya:
"Maka Kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka." (Q.S. 20. Thoha, A. 117).


Artinya:
"Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang." (Q.S. 20. Thoha, A. 118).


Artinya:
"Dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya." (Q.S. 20. Thoha, A. 119).


Artinya:
"Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" (Q.S. 20. Thoha, A. 120).


Artinya:
"Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia." (Q.S. 20. Thoha, A. 121).


Artinya:
"Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk." (Q.S. 20. Thoha, A. 122).


Artinya:
"Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka." (Q.S. 20. Thoha, A. 123).

Sewaktu Adam hijrah dari langit ke bumi, Adam bersama Hawa di hijrahkan tepat di ka'bah yang sekarang sebagai kiblat ummat Islam sedunia, lalu Adam dipisahkan dari Hawa. Hawa tetap tinggal di Ka'bah dan Adam dihijrahkan ke semenanjung Sirindib, Ceilan, India.

Hawa mencari batu untuk diletakkan di tempat dia mula kali memijak bumi, berkeliling berputar-putar dari kanan ke kiri berulang kali, tetapi pada putaran yang ke 7 (tujuh) Hawa baru menemukan 1 (satu) batu hitam berkilauan, dia angkat batu hitam itu dan dia tempatkan di tempat dia awal memijak bumi, itulah kini yang disebut hajratul aswad (batu hitam tempat berpindah). Batu itu awalnya diselimuti oleh hawa dengan berbagai kulit kayu dan pelepah kurma dan hawa menyebutnya ka'bah (tirai yang menutup), sebagai rumah bagi hawa, tempat berteduh dari teriknya matahari, berbantalkan batu hitam titisan surgawi. Tatkala pagi tiba, hawa berlari-lari hingga ke Safa dan Marwa berpulang balik sambil memanggil suami tercinta, namun yang dicari tiada kunjung tiba. Ada rasa rindu bercampur haru di dada, sembarui berharap cemas akan kehadiran kekasih tercinta, namun hanya titisan air mata duka lara tertumpah ke bumi Makkah tepat di mana Ismai'il menghentakkan kakinya dan kini disebut sebagai air zam zam yang mulia, berawal dari air mata sang bunda utama (hawa), itu sebabnya rasa dari air zam zam bagai rasa air mata kita semua, legam dan tawar, berbeda dengan komunitas air tawar sejagat raya.

Kemudian Adam dipertemukan kembali, setelah melewati rentang waktu yang cukup lama, berjalan dari India menuju ka'batul mukarromah. Tatkala bertemu, keduanya saling berpelukan, merintih sedih, haru bercampur sendu, rindu dan riang gembira, sehingga keduanya menitiskan air mata. Akibat dari titisan air mata dua raksasa agung itulah terjadinya laut merah. Kemudian setelah Adam memiliki keturunan yang banyak dari Siti Hawa, Adam pun wafat dan dimakamkan di tepi Jabal Abu Qubais. Allahu a'lam bissawwaf.

Sumber:
http://www.putramahendragunawan.blogspot.com

Pengertian Manajemen

Menurut Lughot

Manajemen merupakan kata yang diimport dari Inggris. Jika dipandang dari kata kerja, maka manajemen berasal dari kata manage artinya kontrol, mengendalikan, menangani, atau mengelola. Contoh:
- Mengendalikan nafsu.
- Menangani masalah tawuran massal.
- Mengelola hati.
- Dll.

Jika ditinjau dari sudut pandang kata benda, maka manajemen berasal dari kata management, yang di dalamnya mengandung berbagai arti, diantaranya adalah:
  1. Managing: "pengelolaan, pengendalian, atau penanganan."
  2. Skill Full Treatment: "Penanganan secara trampil."
  3. Skil Full Komitment: "Kemampuan pengendalian hubungan kerjasama untuk mencapai tujuan."
  4. Skill Full Profesional: "Kemampuan keahlian dalam pengelolaan organisasi untuk mencapai tujuan."

Menurut Istilahi

  1. Manajemen Sebagai Seni: "Manajemen adalah seni dalam menyelesaikan sesuatu di dalam maupun di luar diri, dengan memanfaatkan kemampuan diri sendiri, Tuhan, alam, maupun orang lain, untuk mencapai suatu tujuan."
  2. Manajemen Sebagai Ilmu Pengetahuan: "Manajemen merupakan ilmu pengetahuan yang selalu berupaya secara sistematis untuk dapat mengetahui, mengerti, memahami, menghayati dan melaksanakan sesuatu, sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih berarti untuk kemaslahatan seisi alam."
  3. Manajemen Sebagai Proses: "Manajemen merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan sesuatu, sehingga tercapai tujuan yang diinginkan."

Sumber:
http://www.putramahendragunawan.blogspot.com

Kamis, 27 Mei 2010

Adab Perjalanan

Putra Mahendra Gunawan: Insan yang berakal budi, memiliki keteguhan dalam prinsip dan ketulusan niat sebelum melangkah meggapai impian menjadi kenyataan, walau pada umumnya sudah menjadi sifat manusia suka melanggar batas-batas yang telah ditentukan oleh syariat, maka diperlukan perenungan ketika melakukan perjalanan, sembari tidak lupa menyaksikan keagungan Allah dalam penciptaan segala yang dilihat mata memandang, agar akal budi tidak lupa asal muasal jadi, untuk jadi kompas perjalanan saat ini dan masa mendatang, dengan begitu insya Allah akan sulit terjadi sesat jalan.

Kadang kala yang dilihat mata tatkala memandang tidak sesuai dengan akal pemikiran, atau kadang kala tidak sesuai dengan perasaan, karena dipandang ada ketimpangan dan ketidak sempurnaan. Namun ketahuilah, bahwa ketidak sempurnaan menurut pandangan mata, sesungguhnya disitulah letak kesempurnaan Zat Yang Maha Mencipta, maka tidaklah dibenarkan agama berjalan di muka bumiNya ini dengan sikap angkuh, pongah dan sombong, sebagaimana firmanNya:


"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Q.S. 31. Luqman, A. 18).

Kadang kala perjalanan merupakan jebakan bani setan dalam menjalankan missinya menipu dan memperdaya akal budi agar hati terlena dalam bisik rayunya di kubangan noda dosa merajut nestapa rana duka lara berujung pada luka sesal di hati nan sangat dalam. Untuk menangkalnya, maka jadikanlah perjalanan sebagai media ritual ibadah kepada Allah, dengan cara pengaktifan hati mengingat Allah sambil beraktivitas melanglang buana dalam perjalanan. Tatkala mata melihat, hati mengingat Allah. Tatkala telinga mendengar, hati mengingat Allah. Tatkala mulut bicara, hati dalam kondisi mengingat Allah. Tatkala tangan beraktivitas, hati berkreatifitas zikrullah. Tatkala kaki melangkah, hati tidak lupa tiraqah. Tatkala otak berfikrah, suasana hati terjaga dalam berzikrah, dan sebagainya. Maka insya Allah perjalanan akan terhindar dari belenggu jerat-jerat nista setan bin iblisa, karena suatu saat jasat akan dipinta pertanggung jawabannya atas apa yang telah diperbuatnya selama hidup di dunia fana, sebagaimana firmanNya:


"Pada hari ketika lidah, tangan dan kaki mereka memberikan persaksian terhadap diri mereka sendiri tentang apa yang telah mereka kerjakan." (Q.S. 24. Annur, A. 24).

Dan Allah juga berfirman:


"Setiap peruntungan baik atau buruk dari manusia itu kami tetapkan bagai kalung yang terpasang di lehernya." (Q.S. 17. Al-Isra', A. 13).

Untuk itu lanjutkan perjalanan hidup ini dengan penuh semangat hingga impian tergapai, namun tetap waspada diri dari duri-duri syaithoni, agar diri tidak terjebak dalam jamaah syetan bin iblisi. Lanjutkan ! www.putramahendragunawan.blogspot.com

Kamis, 26 November 2009

Niat

"Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya karene Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya menuju dunia yang akan diperolehnya atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka ia akan dapatkan apa yang diniatkannya." (H.R. Muttafaqqun Alaihi).