Kamis, 02 April 2009

Hakikat Penghambaan

HAKIKAT PENGHAMBAAN
Oleh: Ust. Drs. P.M. Gunawan Nst.

www.putramahendragunawan.blogspot.com: Penghambaan merupakan suatu esensi, yang pada hakikat batiniyahnya merupakan tauhid rububiyah. Apa yang tidak terdapat pada penghambaan ada pada ketuhanan dan apapun yang tersembunyi dari ketuhanan dapat dilihat dalam penghambaan, sebagaimana firman Allah: "Akan Kami perlihatkan kepada mereka dalil-dalil kekuasaan Kami di segenap penjuru alam dan dirinya sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa yang Kami wahyukan itu benar. Belum cukupkah bahwa Tuhanmu menyaksikan segala-galanya? (Q. S. 41. Fushshilat, A. 53)." Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa Allah itu wujud (ada), baik ketika kita menghadirkan diri kepada Allah, maupun menghadirkan diri kepada selainNya, karena keberadaan kita disebabkan keberadaanNya, tanpa Allah tentulah kita tidak pernah ada. AdaNya yang mengadakan kita, menjadi sebab kita wajib 'ain menghambakan diri kepada Allah.

Penghambaan diri kepada Allah merupakan upaya pembebasan diri dari segala sesuatu selain Allah. Tariqat (jalan) untuk mencapai penghambaan diri kepada Allah ialah dengan cara menjauhkan diri dari segala hasrat, niat dan hajat yang tidak disukai Allah. Untuk itu amatlah perlu buat kita mensucikan diri kita dari segala sifat negatif yang tidak disuka Allah dan mengisi diri kita dengan sifat positif yang disuka Allah, maka insya Allah dengan cara penghambaan diri seperti ini kita akan mampu membuka tabir hijab antara diri kita dengan Allah, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah: "Sembahlah Allah seolah-olah kamu melihatNya. Tetapi jika kamu tidak dapat melihatNya, maka sesungguhnya Allah melihatmu." (H.R. Muttafaqqun 'Alaihi).

Lihatlah huruf arab dalam bahasa Arab untuk kata "hamba" ('abdul) hanya ada 3 (tiga) huruf yaitu 'abd ('a='ain, b=ba dan d=dal). 'Ain merupakan singkatan dari ' ilmu artinya pengetahuan, pengetahuan pertama yang kita tahu sebelum yang lainnya adalah pengetahuan tentang Allah sewaktu kita berada di rahim ibu kita, di kala itu kita telah berhadapan langsung dengan Allah tanpa hijab dan dikala itu kita telah mengangkat saksi (syahadat pertama) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Ba dalam hal ini merupakan penggalan kata dari baun artinya jarak, maksudnya adalah bahwa kita dengan selain Allah memiliki jarak yang tidak dapat ditemukan seakrab mungkin, selalu ada dinding pemisah antara kita dengan selain Allah, siapapun dan bagaimanapun kita dengan selain Allah. Dal merupakan potongan dari kata dunuw artinya kedekatan, maksudnya adalah apapun, siapapun dan bagaimanapun kita, sesungguhnya kita pada hakikatnya sangatlah dekat dengan Allah tanpa ada hijab antara kita dengan Allah, hal ini dapat kita buktikan jika kita mau merenungi ruh siapa yang sedang kita pakai. Ruh yang kita pakai adalah ruh Allah dan ruh Allah tidak pernah berpisah dari zat Allah. inilah yang dimaksud dengan istilah: "Allah itu dekat, namun dekatNya tidak bersintuhan dengan hambaNya dan tatkala Allah menjauhi hambaNya maka jauhNya tidak berjarak." Dan inilah pula yang dimaksud dengan: "Dialah yang awal, yang akhir, yang nampak dan yang tidak nampak." Namun amatlah sedikit orang yang mengerti tentang hal ini, tetapi jika direnungkan berulang kali, insya Allah kita pasti menyadarinya. Namun sebagai hamba, kita tidak akan bisa menjadi Tuhan, sebab kita diposisikan sebagai hamba Allah, untuk itu jangan pernah bermimpi menjadi Tuhan di jagat Allah ini, solusinya adalah kita harus tahu diri bahwa kita hanyalah sebagai hamba Allah saja yang tidak lepas dari kewajiban beribadah hanya kepada Allah saja dan tidak pake tapi. Oce? www.putramahendragunawan.blogspot.com


Bahan Pustaka:
1. H. Oemar Bakri, Tafsir Rahmat, Mutiara, Jakarta, Cet. 3, 1984.
2. H. Salim Bahreisy & H. Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Bina Ilmu, Surabaya, Cet. 1, 1984.
3. Al-Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul Al-Lathif Az-Zabidi, Mukhtashor Shohihul Bukhori, Daar As-Salam, Riyadh, Saudi Arabia, Cet. 1, 1417 H./1996 M.
4. Al-Imam Al-Hafizh 'Abdul 'Azhim bin 'Abdul Qawi Zakiyuddin Al-Mundziri, Mukhtashor Shohihul Muslim, Dar Ibnu Khuzaimah, Riyadh, Saudi Arabia, Cet. 1, 1414 H./1994 M.
5. Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu'Lu' Wal Marjan, Pentarjim H. Salim Bahreisy, Bina Ilmu, Surabaya, Tanpa Tahun.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar